FAQ
A. Apakah Indeks Tata Kelola Pemerintahan (IGI)

Indeks Tata Kelola Pemerintahan (IGI) merupakan indeks komposit yang mengukur tata kelola pemerintahan lokal berdasarkan peringkat kriteria-kriteria obyektif yang terukur. IGI memiliki 89 indikator (actionable indicatorstata kelola pemerintahan yang memberikan petunjuk kepada pemerintah lokal maupun stakeholder mengenai apa yang perlu diperbaiki. IGI yang pertama kali dikenalkan pada tahun 2009, merupakan inisiatif Partnership for Governance Reform(Kemitraan).

B. Apa definisi Governance yang digunakan oleh IGI?

IGI mendefinisikan governance atau tata kelola pemerintahan sebagai proses formulasi dan implementasi peraturan melalui interaksi antara negara, masyarakat sipil dan masyarakat ekonomi.

C. Apa informasi yang dapat diperoleh dari IGI?

IGI memberikan informasi tentang

  1.  Profil kinerja tata kelola pemerintahan (governance) setiap provinsi
  2.  Ranking kinerja tata kelola seluruh provinsi (secara umum)
  3.  Ranking tata kelola provinsi berdasarkan arena pemerintah, birokrasi, masyarakat sipil dan masyarakat ekonomi
  4. Kumpulan data yang kaya terkait keempat arena tata kelola
D. Bagaimana IGI dihasilkan?

IGI dihasilkan melalui suatu proses yang cukup kompleks dimana, dengan metodologi yang ketat, berbagai macam data digunakan untuk menghasilkan suatu angka penilaian yang mencerminkan kinerja atau kualitas tata kelola pemerintahan provinsi.  Melalui berbagai prosedur dan teknik transformasi matematis dan statistik, ketiga macam data mentah yang berbeda ini diubah menjadi skor mentah yang seragam untuk semua indikator dengan rentang 1 sampai dengan 10. Skor setiap indikator tersebut kemudian diagregasi dengan memasukkan setiap bobot masing-masing indikator untuk menghasilkan indeks.  Bobot setiap indikator didapatkan dari proses terpisah menggunakan Analytical Hierarchy Procedure

E. Apa keunikan IGI dibandingkan dengan indeks yang lain?
  1. Menggunakan banyak actionable indicator atau indikator-indikator yang segera/langsung menunjukkan tindakan atau kebijakan yang perlu dilakukan untuk memperbaiki kondisi. Sebagai contoh, di arena birokrasi, skor prinsip transparansi. Jika skornya rendah dan provinsi A ingin memperbaikinya, maka kalangan birokrasi tinggal melihat indikator-indikator mana yang menyumbang buruknya skor transparansi. Misalnya kemudahan akses dokumen APBD, RKA dan sebagainya. Secara konkrit, mereka dapat memperbaiki skor indikator ini dengan mempermudah prosedur akses publik.
  2.  IGI memiliki korelasi yang tinggi dengan beberapa alat ukur seperti HDI, Tingkat Kemiskinan dan beberapa indikator ekonomi seperti Pendapatan Per Kapita dan Tingkat Pengangguran. Hal ini merupakan validasi silang terhadap kekuatan metodologi dan akurasi data IGI.
  3. Berbeda dengan indeks yang hanya berbasis pada persepsi, IGI menggunakan data objektif dan persepsi. IGI juga menggunakan data yang diperoleh langsung melalui uji akses terutama kemudahan akses publik terhadap dokumen-dokumen resmi.
F. Bagaimana konseptual IGI dibangun?

Kerangka konseptual IGI dibangun melalui proses yang cukup panjang, yaitu sebagai berikut:

Pemetaan studi-studi, evaluasi, dan pengukuran-pengukuran yang telah ada terkait tata kelola (di Indonesia maupun internasional)
Konsultasi secara intensif dan ekstensif dengan para ahli, pemangku kepentingan dan penerima manfaat dari segi substantif maupun isu-isu metodologi.
Diskusi-diskusi panjang dan intensif di dalam tim terdiri dari para ahli dan akademisi

G. Bagaimana pemilihan indikator untuk mengukur kinerja tata kelola?

Tentu saja pemilihan indikator ini akan selalu menimbulkan pertanyaan mengapa indikator tertentu yang digunakan sementara yang lain tidak. Untuk mengatasi hal ini, maka strukturisasi indikator dilakukan melalui kategorisasi indikator-indikator dan menempatkan indikator-indikator yang relevan ke dalam hierarchy of significance, sehingga pada akhirnya akan didapat sejumlah kecil indikator yang memiliki kemampuan penjelas yang kuat dandiscriminating power yang tinggi sehingga tidak ada tumpang tindih antar satu indikator dengan indikator lain, atau terjadi repetisi maupun triangulasi yang tidak perlu.

Singkatnya, tema dan indikator dipilih secara hati-hati dengan kriteria sebagai berikut:

  •  Signifikansi
  •  Relevansi
  •  Ketersediaan data
  •  Kesamaan di seluruh provinsi (commonality)
H. Bagaimana kinerja antar arena dan antar prinsip dalam arena berbeda bisa dibandingkan bila masing-masing memiliki indikator-indikator yang berbeda?

Sudah tentu setiap arena memiliki fungsi yang berbeda. IGI mengukur seberapa baik setiap arena menjalankan fungsi masing-masing tersebut. Dengan kata lain, IGI melihat seberapa partisipatif, transparan, adil, akuntabel, efisien dan efektif setiap arena dalam menjalankan fungsinya. Sebagai contoh, sah bila kita bertanya apakah birokrasi menjalankan fungsinya dengan baik. Sah pula bila kita bertanya apakah pemerintah (political office) juga menjalankan fungsinya dengan baik. Dari pertanyaan di atas kita akan mendapatkan jawaban, misalnya, birokrasi sudah berfungsi cukup baik sedangkan political office masih kurang baik. Atau sebaliknya. Inilah perbandingan yang di dapat dari IGI.

Barangkali analogi dengan prestasi akademik dapat membantu. Kita dapat membandingkan prestasi akademiki dua orang yang berbeda walaupun mereka kuliah di jurusan yang berbeda. Yang kita perbandingkan bukan konten jurusannya, tapi bagaimana kinerja mereka secara akademik. Seorang mahasiswa di jurusan Ekonomi yang memiliki IPK 3.9, misalnya, jelas secara akademiki memiliki kinerja akademik yang lebih baik disbanding mahasiswa lain di jurusan Manajemen yang memiliki IPK hanya 2.7. Tentunya mereka dinilai dengan indikator-indikator (nilai ujian mata kuliah) yang berbeda.

I. Bagaimana membaca IGI?

Ada dua cara untuk memaknai suatu angka indeks dalam IGI. Pertama secara normatif, yaitu angka tersebut dilihat posisinya dalam skala 1-10 dengan nilai tengah 5,50. Capaian suatu provinsi dalam arena, prinsip maupun indikator tertentu dapat dimaknai mengikuti skala ini. Dengan demikian, capaian sekitar 5,50 (tepatnya antara 4,86 – 6,14) adalah capaian yang sedang-sedang saja; capaian di atas 3,57 sampai dengan 4,86 adalah cenderung buruk; sedangkan di atas 6,14 sampai dengan 7,43 adalah capaian yang cenderung baik. 

Makna kedua adalah makna relatif. Di sini, angka capaian suatu provinsi dalam arena, prinsip maupun indikator tertentu dilihat dalam posisi relatifnya terhadap capaian provinsi yang lain. Dalam hal ini, kita bisa berbicara provinsi yang mana yang memiliki capaian lebih baik maupun lebih buruk dibandingkan dengan provinsi lainnya.

Nilai keseluruhan IGI disumbang oleh nilai-nilai masing-masing arena sesuai bobot kontribusinya. Nilai arena disumbang oleh nilai di 6 prinsipnya dengan setiap prinsip memiliki bobot kontribusi yang berbeda-beda. Nilai prinsip disumbang oleh indikator-indikator pengukurnya yang juga sesuai bobot masing-masing indikator. Dengan demikian bila ingin melihat mengapa suatu prinsip itu tinggi atau rendah maka harus dilihat indikator-indikator apa saja yang menyumbang pada nilai prinsip yang tinggi atau rendah itu. Demikian juga bila ingin melihat nilai arena harus melihat nilai prinsip-prinsipnya

J. Apa manfaat IGI bagi stakeholders?

Hasil IGI dapat digunakan oleh bermacam pemangku kepentingan,baik pemerintah maupun non pemerintah. Pemerintah dapat menggunakan IGI sebagai cermin kinerja dan referensi  untuk proses-proses perencanaan pembangunan. Masyarakat Sipil dapat menggunakannya sebagai referensi ketika ingin terlibat dalam proses-proses pemerintahan (evidence-based advocacy) serta Akademisi dapat menggunakan sebagai referensi untuk mengajar dalam kelas. Sementara itu, IGI juga memberikan cermin pada masing-masing arena terkait kinerja tata kelola internal mereka sendiri. Berikut beberapa contoh pemanfaatan oleh PGI 2008 oleh beberapa stakeholder nasional maupun internasional:

  • Telah digunakan oleh UKP4 sebagai kriteria “good governance” untuk memilih provinsi pilot pelaksanaan REDD+ dalam kerangka Letter of Intent (LoI) antara Pemerintah Indonesia dan Norwegia.
  •  Telah digunakan sebagai model di Senegal and Morocco untuk membangun sistem monitoring kualitas tata kelola pemerintahan, khususnya pada metode pengumpulan data. Untuk keperluan ini,  indikator-indikator PGI 2008 telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Perancis oleh UNDP Oslo Governance Centre.
  •  Akademisi maupun beberapa lembaga penelitian telah menggunakannya sebagai acuan untuk menulis artikel/jurnal maupun mengajar dalam kelas.
K. Mengapa indikator di Masyarakat Sipil tidak ada yang diukur dengan data objektif?
  1. Pengalaman PGI 2008 menunjukkan bahwa penentuan kriteria untuk data obyektif pun tidak bisa semua terpenuhi oleh setiap provinsi sehingga rentan bias pengukuran akibat dari variasi yang besar terhadap LSM di setiap provinsi dari segi karakter, jenis kegiatan, cakupan, dsb sehingga banyak kasus missing data yang mempengaruhi proses statistik. Terlebih lagi, ketika kita hanya memilih beberapa LSM sebagai representasi dari berbagai elemen masyarakat sipil, kita memvonis satu kinerja beberapa LSM, konsekuensinya LSM yang lain juga tervonis. Ini kemudian mempertanyakan segi “fairness”nya. Misalnya, beberapa LSM yang telah masuk kriteria untuk diukur ternyata tidak mempublikasi laporan tahunan. Namun LSM-LSM yang bukan obyek pengukuran ternyata ada yang mempublikasi laporan tahunan otomatis akan turut tervonis juga, dst. Sehingga diputuskan untuk menggunakan data persepsi untuk menangkap sinyal gambaran besar kinerja masyarakat sipil.
  2. Sifat sumber data obyektif yang ada di arena non pemerintah juga berbeda dengan karakteristik data institusi negara yang ketersediaan data/dokumennya mencerminkan arena sebagai satu kesatuan institusi. Sementara itu, sumber data obyektif untuk non-pemerintah lebih dari satu sehingga konsekuensinya obyek yang akan diukur harus memiliki kriteria yang sama di seluruh provinsi sehingga bisa diperbandingkan. Misalnya, bila LSM maka LSM yang mana, yang memenuhi kriteria apa saja yang akan menjadi obyek pengukuran?