OPINI

Mendesak, Optimalisasi Anggaran Perubahan Iklim

Friday, 19th Oct 2018 02:15 WIB

News image

Realisasi anggaran yang dialokasikan untuk isu perubahan iklim perlu dioptimalkan sehingga memberikan dampak yang positif bagi masyarakat. Saat ini, realisasi alokasi anggaran tersebut masih banyak digunakan untuk hal-hal yang berkaitan dengan belanja pegawai.

Demikian hasil Kajian Tata Kelola Perubahan Iklim yang dilakukan tim peneliti Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan atau Kemitraan pada tahun 2017 di empat kabupaten/kota, yakni Kota Pekalongan dan Kabupaten Kebumen di Jawa Tengah, Kabupaten Pulang Pisau di Kalimantan Tengah, serta Kabupaten Donggala di Sulawesi Tengah.

Kajian dilakukan melalui pengolahan data objektif yang dimiliki masing-masing pemangku kepentingan pada 2015-2016, serta pengolahan data persepsi melalui wawancara tatap muka dan diskusi kelompok terpumpun (focus group discussion) terhadap 35 responden utama pada 2017.

Di Kabupaten Kebumen, sebanyak Rp 1,6 miliar dari total alokasi anggaran pada 2016 Rp 27,8 miliar digunakan untuk belanja pegawai. Padahal, besaran anggaran masih jauh dari ideal. Berdasarkan perhitungan tim peneliti Kemitraan, alokasi anggaran terkait ketahanan perubahan iklim dan sanitasi per kapita sebesar Rp 1.642 per bulan.

Di Kota Pekalongan, belanja pegawai menyita Rp 10 miliar dari total alokasi anggaran sebesar Rp 21,8 miliar, atau hampir 50 persen. Berdasarkan perhitungan, maka setiap warga hanya mendapat alokasi Rp 3.000 per bulan di bidang perubahan iklim. Angka ini tergolong kecil, mengingat sekitar 31 persen wilayah Kota Pekalongan dilanda limpasan air laut atau rob. Sebagian besar warga di wilayah terdampak terkena penyakit kulit dan lainnya.

Di Kabupaten Pulang Pisau, sebanyak Rp 2,4 miliar dari total alokasi anggaran pada 2016 Rp 7,1 miliar digunakan untuk belanja pegawai. Sementara itu, di Kabupaten Donggala, belanja pegawai mencapai Rp 2,3 miliar dari total anggaran Rp 8 miliar. Kedua daerah ini belum memiliki transparansi yang rinci terkait anggaran tersebut. Bahkan, DPRD di kedua kabupaten ini tidak menjalankan fungsi pengawasan di bidang isu perubahan iklim.

Anggaran perubahan iklim pada APBD dihitung dari alokasi anggaran yang digunakan oleh dinas-dinas terkait, termasuk Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Lingkungan Hidup, hingga Dinas Pertanian. Alokasi anggaran digunakan, antara lain, untuk program air bersih dan sanitasi, penyuluhan pola hidup sehat, pengendalian pencemaran lingkungan, hingga pengelolaan pengelolaan sampah.

Terkait pengelolaan sampah, Kebumen menerapkan sistem open dumping, yakni sampah dibuang ke tempat pembuangan sampah (TPA) atau tempat pembuangan akhir (TPA) terstruktur sesuai dengan Peraturan Daerah Persampahan. Sementara itu, ketiga wilayah lainnya memiliki pengelolaan sampah terstruktur dengan sanitary landfill.