BERITA

Pengetahuan Akan Perubahan Iklim Masih Minim di Pekalongan

Sunday, 11th Nov 2018 00:13 WIB

News image

BERI PAPARAN: Peneliti lembaga lembaga Kemitraan/Patnership bagi Pembaruan Tata Pemerintahan Lenny Hidayat  menjadi narasumber dalam Konferensi Sungai Asia yang digelar Komunitas Kali Loji Pekalongan di Hotel Pesonna, Jum'at (9/11). (Foto suaramerdeka.com/Trisno Suhito)

 

PEKALONGAN, suaramerdeka.com - Kota Pekalongan telah mengalami banjir rob selama bertahun-tahun. Dibutuhkan serangkaian pembenahan untuk menjadikan  Kota Pekalongan siap menghadapi dampak perubahan iklim.

Salah satunya menguatkan pengetahuan dari berbagai komponen akan dampak perubahan iklim yang sekarang ini masih minim di Pekalongan. Selain itu membangun kolaborasi aktor tata kelola pemerintahan untuk bisa mengatasi banjir rob yang terjadi. 

Hal tersebut dikatakan peneliti lembaga Kemitraan/Patnership bagi Pembaruan Tata Pemerintahan Lenny Hidayat saat mengisi Konferensi Sungai Asia yang digelar Komunitas Kali Loji Pekalongan di Hotel Pesonna, Jum'at (9/11). 

'' Perlu ada upaya sungguh-sungguh berbagai elemen di Kota Pekalongan. Pasalnya, dari hasil survey persepsi penelitian Kemitraan, menunjukan baik pejabat politik, birokrasi maupun masyarakatnya belum memiliki pengetahuan yang cukup atau masih minim terkait perubahan iklim, meskipun secara dampak mereka telah merasakan,'' tuturnya. 

Dia menjelaskan, Kemitraan telah melakukan penelitian terkait dampak perubahan iklim di empat daerah yakni Kota Pekalongan, Kabupaten Kebumen-Jawa Tengah, Pulang Pisau-Kalimantan Tengah dan Donggala-Sulawesi Tengah. Dari empat kabupaten/kota yang dijadikan wilayah penelitian, Kota Pekalongan mendapatkan predikat terbaik dalam penelitian tata kelola perubahan iklim.  

'' Kinerja aktor tata kelola pemerintahan di Kota Pekalongan seperti pejabat politik, birokrasi, masyarakat sipil maupun ekonomi relatif lebih baik dari kinerja aktor lain di tiga wilayah penelitian. Namun jika melihat skor yang diperoleh, hanya memperoleh nilai 5,37 dari skala pengukuran 1-10,'' katanya. 

Tidak Ada Master Plan 

Lenny menjelaskan, selama beberapa tahun terakhir, Kota Pekalongan jadi salah satu wilayah pilot implementasi program adaptasi perubahan iklim yang dilaksanakan oleh Bappenas. Sebagai wilayah yang diprioritaskan untuk melaksanakan program adaptasi, Kota Pekalongan seharusnya memiliki pengetahuan dan informasi yang cukup komprehensif terkait perubahan iklim. 

'' Sehingga masyarakat memahami perbedaan antara kewenangan Pemprov dan pemerintah kabupaten/kota agar aspirasi dapat disalurkan ke wadah yang lebih tepat. Termasuk belum adanya masterplan penanggulangan banjir rob, dimana di dalamnya ada pembagian tugas penanganan sesuai dengan kewenangan antara Kota dan Provinsi,'' katanya. 

Masterplan, lanjut Lenny, seharusnya dibuat Pemprov kerjasama dengan lintas pemerintah daerah.  Tidak adanya masterplan berdampak pada penanganan yang tidak terintegrasi. Pemerintah kota, tegas dia, memerlukan penanganan lebih komprehensif dalam menanggulangi yang timbul akibat rob. Seperti kesehatan, pendidikan, sanitasi dan isu terkait perempuan. 

'' Contoh pada kasus dampak perubahan iklim terhadap perempuan misalnya, kendati jumlah perempuan yang terlibat di jabatan strategis sudah banyak, bahkan ketua DPR dan Sekda adalah perempuan, namun jumlah angka partisipasi sekolah perempuan belum optimal dan anggaran untuk pemberdayaan perempuan di Kota Pekalongan hanya Rp 2.495 per perempuan per bulan. Fakta ini jelas mempengaruhi ketahanan perempuan terhadap dampak perubahan iklim,''jelasnya. 


(Trisno Suhito/CN19/SM Network)