OPINI

Prinsip Efisiensi Tata Kelola Perubahan Iklim Harus Diperhatikan

Monday, 29th Oct 2018 23:31 WIB

News image

Pimpinan lembaga eksekutif dan legislatif di seluruh kabupaten/kota di Indonesia perlu memperhatikan prinsip efisiensi dalam pengelolaan isu perubahan iklim, khususnya terkait dengan penggunaan anggaran. Saat ini, persentase anggaran yang dialokasikan untuk penanganan isu perubahan iklim, termasuk adaptasi dan mitigasi, masih rendah.

Hal ini berdasarkan Kajian Tata Kelola Perubahan Iklim yang dilakukan tim peneliti Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan atau Kemitraan pada tahun 2017 di empat kabupaten/kota. Keempatnya adalah Kota Pekalongan dan Kabupaten Kebumen di Jawa Tengah, Kabupaten Pulang Pisau di Kalimantan Tengah, serta Kabupaten Donggala di Sulawesi Tengah.

Kajian dilakukan melalui pengolahan data objektif yang dimiliki masing-masing pemangku kepentingan pada 2015-2016, serta pengolahan data persepsi melalui wawancara tatap muka dan diskusi kelompok terpumpun (focus group discussion) terhadap 35 responden utama pada 2017.

Di Kota Pekalongan, anggaran yang dialokasikan untuk perubahan iklim pada tahun 2016 adalah Rp 28,9 miliar, atau sekitar tiga persen dari total APBD yang mencapai Rp 869,3 triliun. Padahal, Kota Pekalongan memiliki pekerjaan rumah yang besar, yakni menanggulangi limpasan air laut atau rob yang menggenangi sekitar 31 persen wilayahnya.

Di Kabupaten Kebumen, anggaran terkait perubahan iklim pada tahun 2016 mencapai Rp 88,8 miliar, atau tiga persen dari total APBD yang mencapai Rp 2,7 triliun. Padahal, Kebumen masih perlu meningkatkan berbagai program berbasiskan perubahan iklim, termasuk sosialisasi mitigasi dan adaptasi bencana kepada para warganya.

Sementara itu, Pemerintah Kabupaten Pulang Pisau mengalokasikan anggaran terkait perubahan iklim sebesar Rp 77,5 miliar pada tahun xxx, atau sekitar tujuh persen dari total APBD yang mencapai Rp 1,05 triliun. Padahal, pimpinan kabupaten berpenduduk sekitar 125 ribu jiwa ini perlu memberikan perhatian yang serius terhadap pengelolaan kawasan hutan yang mencapai sekitar 50 persen dari wilayah tersebut.

Selanjutnya, Kabupaten Donggala mengalokasikan anggaran pada tahun 2016 sebesar Rp 64,8 miliar, atau sekitar lima persen dari total APBD yang mencapai Rp 1,2 triliun. Padahal, pimpinan Kabupaten Donggala merupakan salah satu daerah yang terdampak akibat perubahan iklim. Di wilayah berpopulasi sekitar 300 ribu jiwa ini, banyak warganya yang kesulitan mendapat air bersih.

Kemitraan mendorong agar para pimpinan daerah untuk lebih menekankan pembangunan yang berbasiskan isu perubahan iklim.

Anggaran perubahan iklim pada APBD dihitung dari alokasi anggaran yang digunakan oleh dinas-dinas terkait, termasuk Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Lingkungan Hidup, hingga Dinas Pertanian. Alokasi anggaran digunakan, antara lain, untuk program air bersih dan sanitasi, penyuluhan pola hidup sehat, pengendalian pencemaran lingkungan, pengelolaan sampah dan ruang terbuka hijau, hingga program peningkatan ketahanan pangan.

 

 

 

 

Kontributor tulisan : Hindra Liau

Kontributor foto : Trisno Suhito